Sumber Foto : Kaskus.com |
Kalau diminta bicara Revolusi
Mental yang paling fundamental dalam berorganisasi, bagi saya adalah sikap
mental yang cenderung melihat “rumput tetangga tampak lebih hijau”. Pepatah ini
justru sering dipakai untuk mengungkapkan bahwa kita tidak pandai melihat
kekuatan diri sendiri, tetapi selalu melihat orang (baca; lembaga) lain lebih
dari kita. Tulisan singkat ini ditujukan untuk membangun kembali mentalitas
generasi muda yang terbuka tetapi memiliki kepercayaan diri untuk menghargai
kekuatan diri.
Saya merasa urgen untuk berbicara
masalah revolusi mental yang satu ini karena memang gejala instanisasi pada anak-anak muda sangat menggejala. Kalau bisa tidak
perlu susah-susah berproses, tetapi bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Contoh
yang paling mudah adalah kecenderungan meninggalkan buku sebagai sumber
pengetahuan digantikan dengan artikel pendek yang disaring oleh mesin pencari
Google. Ini karena membaca buku dianggap terlalu lama menemukan intisarinya,
tetapi dengan membaca tulisan orang maka dengan muda bisa mendapatkan
intisarinya. Padahal, belum tentu perspektif seseorang tersebut sesuai dengan
semangat perubahan. Akhirnya yang terjadi plagiat berjamah. Olehkarenanya saya
penting mengangkat ini sebagai isu sentral dalam sebuah pemberdayaan. Ini
karena Mentalitas “Rumput Tetangga Tampak Lebih Hijau”, memberikan pengaruh
yang negatif pada perkembangan mentalitas generasi muda.
Pertama, mentalitas memuja rumput tetangga dan mematikan rumput
sendiri dapat membunuh karakter generasi muda yang penasaran pada hal baru.
Hilangnya sifat penasaran pada seseorang akan menghilangkan harapan dan
cita-cita yang tinggi. Karena sebuah cita-cita yang tinggi dibangun oleh rasa
penasaran yang tinggi. Dengan penasaran yang tinggi, maka seseorang cenderung
ingin belajar lebih dan haus akan ilmu dan ketrampilan baru. Sikap mental yang
dimiliki adalah tahan banting. Anak muda yang memiliki rasa penasaran yang
tinggi akan memiliki sikap mental tahan banting, sehingga ini akan menempa dia
untuk bertumbuh menjadi lebih maksimal. Sebaliknya sikap mental yang memuja
rumput tetangga ini secara sistematis menghancurkan rasa penasaran sehingga
muncul sikap cepat puas. Sikap ini sangat berbahaya karena kemudian menutup
pada hal-hal baru.
Kedua, sikap memuja rumput tetangga ini berdampak pada mematikan
rumput sendiri karena sesuatu yang sudah dimiliki akhirnya tidak terawat dan
bahkan mungkin tidak sempat dikembangkan. Ini karena perhatian hanya pada
rumput tetangga, tidak pada rumput sendiri. Ibarat sebuah organisasi, kalau
yang diperhatikan milik tetangga tentu organisasi sendiri tidak bisa menjadi
maksimal karena siraman air dan pupuk tidak intensif. Padahal jika siraman air
dan juga pupuk itu ditujukan untuk lembaga sendiri, tentu akan berbuah manis
dan bisa dirasakan oleh orang-orang di dalam organisasi baik pendiri, pelaksana
dan para relawan.
Ketiga, sikap ini benar-benar
menjauhkan anak-anak muda dari kesabaran berproses dan cenderung instan karena
sering proses yang dijalani menyita energy dan waktu, dimana banyak anak-anak
muda merasa tidak penting. Padahal dalam sebuah kesuksesan lamanya investasi
waktu dan energy akan dihargai secara fair. Kita bisa lihat dalam semua
wawacara kerja selalu bertanya tentang berapa lama kita punya pengalaman.
Bahkan 10 tahun pengalaman kerja di pemberdayaan itu sama dengan level S3.
Terakhir, bahwa mentalitas suka memuji rumput tetangga ini
menjauhkan generasi muda untuk berproses secara organic untuk menjadi pemimpin
buat anak muda. Mengapa? Sikap terburu-buru dan instan sering menggiring anak
muda untuk mencari solusi cepat saja dengan misalnya lebih suka menjadi relawan
ada lembaga yang sudah eksis. Padahal kesempatan besar menjadi pemimpin di
lembaga pemuda sendiri terbuka, tetapi justru ditinggalkan dan lebih parah lagi
tidak mendukung gerakan pemuda. Ini sangat disayangkan, karena memiliki
indentitas sendiri sebagai kelompok pemuda jauh lebih memiliki ruang dan
kesempatan besar untuk mencetak pemimpin-pemimpin masa depan.
Gerakan pemuda bisa lama kelamaan
mati karena sikap lebih suka melihat rumput tetangga lebih hijau, karena
kemudian bukan saja memandulkan kapasitas diri, tetapi secara sistematis
mematikan kapasitas anak-anak muda lainnya. Karena sikap mental ini negatif
karena tidak memberikan dukungan pada pemberdayaan. Padahal syarat dari sebuah
keberdayaan adalah jika kita mampu menggunakan kemampuan kita dan memobilisasi
sumber daya kita untuk membuat perubahan. (Rb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar