Senin, 19 Mei 2014

Revolusi Mental: Rumput Tetangga Tampak Lebih Hijau

       
Sumber Foto : Kaskus.com
       Kalau diminta bicara Revolusi Mental yang paling fundamental dalam berorganisasi, bagi saya adalah sikap mental yang cenderung melihat “rumput tetangga tampak lebih hijau”. Pepatah ini justru sering dipakai untuk mengungkapkan bahwa kita tidak pandai melihat kekuatan diri sendiri, tetapi selalu melihat orang (baca; lembaga) lain lebih dari kita. Tulisan singkat ini ditujukan untuk membangun kembali mentalitas generasi muda yang terbuka tetapi memiliki kepercayaan diri untuk menghargai kekuatan diri.
       Saya merasa urgen untuk berbicara masalah revolusi mental yang satu ini karena memang gejala instanisasi pada anak-anak muda sangat menggejala. Kalau bisa tidak perlu susah-susah berproses, tetapi bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Contoh yang paling mudah adalah kecenderungan meninggalkan buku sebagai sumber pengetahuan digantikan dengan artikel pendek yang disaring oleh mesin pencari Google. Ini karena membaca buku dianggap terlalu lama menemukan intisarinya, tetapi dengan membaca tulisan orang maka dengan muda bisa mendapatkan intisarinya. Padahal, belum tentu perspektif seseorang tersebut sesuai dengan semangat perubahan. Akhirnya yang terjadi plagiat berjamah. Olehkarenanya saya penting mengangkat ini sebagai isu sentral dalam sebuah pemberdayaan. Ini karena Mentalitas “Rumput Tetangga Tampak Lebih Hijau”, memberikan pengaruh yang negatif pada perkembangan mentalitas generasi muda.
       Pertama, mentalitas memuja rumput tetangga dan mematikan rumput sendiri dapat membunuh karakter generasi muda yang penasaran pada hal baru. Hilangnya sifat penasaran pada seseorang akan menghilangkan harapan dan cita-cita yang tinggi. Karena sebuah cita-cita yang tinggi dibangun oleh rasa penasaran yang tinggi. Dengan penasaran yang tinggi, maka seseorang cenderung ingin belajar lebih dan haus akan ilmu dan ketrampilan baru. Sikap mental yang dimiliki adalah tahan banting. Anak muda yang memiliki rasa penasaran yang tinggi akan memiliki sikap mental tahan banting, sehingga ini akan menempa dia untuk bertumbuh menjadi lebih maksimal. Sebaliknya sikap mental yang memuja rumput tetangga ini secara sistematis menghancurkan rasa penasaran sehingga muncul sikap cepat puas. Sikap ini sangat berbahaya karena kemudian menutup pada hal-hal baru.

       Kedua, sikap memuja rumput tetangga ini berdampak pada mematikan rumput sendiri karena sesuatu yang sudah dimiliki akhirnya tidak terawat dan bahkan mungkin tidak sempat dikembangkan. Ini karena perhatian hanya pada rumput tetangga, tidak pada rumput sendiri. Ibarat sebuah organisasi, kalau yang diperhatikan milik tetangga tentu organisasi sendiri tidak bisa menjadi maksimal karena siraman air dan pupuk tidak intensif. Padahal jika siraman air dan juga pupuk itu ditujukan untuk lembaga sendiri, tentu akan berbuah manis dan bisa dirasakan oleh orang-orang di dalam organisasi baik pendiri, pelaksana dan para relawan.

       Ketiga, sikap ini benar-benar menjauhkan anak-anak muda dari kesabaran berproses dan cenderung instan karena sering proses yang dijalani menyita energy dan waktu, dimana banyak anak-anak muda merasa tidak penting. Padahal dalam sebuah kesuksesan lamanya investasi waktu dan energy akan dihargai secara fair. Kita bisa lihat dalam semua wawacara kerja selalu bertanya tentang berapa lama kita punya pengalaman. Bahkan 10 tahun pengalaman kerja di pemberdayaan itu sama dengan level S3.
       Terakhir, bahwa mentalitas suka memuji rumput tetangga ini menjauhkan generasi muda untuk berproses secara organic untuk menjadi pemimpin buat anak muda. Mengapa? Sikap terburu-buru dan instan sering menggiring anak muda untuk mencari solusi cepat saja dengan misalnya lebih suka menjadi relawan ada lembaga yang sudah eksis. Padahal kesempatan besar menjadi pemimpin di lembaga pemuda sendiri terbuka, tetapi justru ditinggalkan dan lebih parah lagi tidak mendukung gerakan pemuda. Ini sangat disayangkan, karena memiliki indentitas sendiri sebagai kelompok pemuda jauh lebih memiliki ruang dan kesempatan besar untuk mencetak pemimpin-pemimpin masa depan.

       Gerakan pemuda bisa lama kelamaan mati karena sikap lebih suka melihat rumput tetangga lebih hijau, karena kemudian bukan saja memandulkan kapasitas diri, tetapi secara sistematis mematikan kapasitas anak-anak muda lainnya. Karena sikap mental ini negatif karena tidak memberikan dukungan pada pemberdayaan. Padahal syarat dari sebuah keberdayaan adalah jika kita mampu menggunakan kemampuan kita dan memobilisasi sumber daya kita untuk membuat perubahan. (Rb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar