Kamis, 24 Juli 2014

Diskusi Publik: Keberagaman Dalam Berdemokrasi



Bulan puasa (Red: Ramadhan) adalah bulan yang penuh dengan limpahan rahmat. Bulan dimana umat muslim sedunia merindukan bahkan seringkali berdoa agar dipertemukan kembali dengan bulan ramadhan berikutnya. Karena umat muslim percaya jika kita berlomba lomba dalam kebaikan dibulan yang satu ini, niscaya seluruh hal kebaikan akan dilipat gandakan pahala dan karunia olehNya, karena bulan yang satu ini adalah bulan dari seribu rahmat.
Tak dapat dipungkiri bagi umat muslim di Indonesia, bahwa bulan puasa adalah dimana hak hak asasi setiap manusia tidak ada yang boleh membatasi, terutama dalam hal beribadah. Bulan dimana masjid masjid, surau surau dikota maupun di pedesaan ikut merayakan kegembiraan bersama, karena mereka tidak lagi merasakan kesepian, tidak hanya diisi oleh para sesepuh bahkan suara tadarus mengaji pun selalu merdu terdengar setiap saat. Namun, dibalik keindahan itu, belum tentu semua ikut merasakan kegembiraan datangnya bulan suci ramadhan. Masih banyak ternyata umat muslim yang tidak bisa bahkan tidak tenang dalam menjalankan ibadahnya. Masih banyak ternyata hak hak asasi setiap manusia dalam beragama dibatasi bahkan dilarang untuk melakukan kegiatan keagamaan. Padahal Allah tidak melarang bagi umatNya untuk mendapatkan rahmatNya, sedangkan umatnya sendiri terus mengedepankan keegoisan dalam pembenaran yang bersifat frontal bahkan melanggar hak hak asasi individu dalam memilih keyakinan yang mereka pahami. Padahal kita semua tahu, bahwa Indonesia mempunyai asas Bhineka Tunggal Ika (Berbeda tapi Satu) yang didalam pancasila terdapat poin Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana arti dari asas itu adalah setiap individu apapun agama dan keyakinan yang mereka yakini yang pemahamannya baik bagi mereka wajib dilindungi dan dihargai hak hak nya.
Indonesia dilahirkan dari keberagaman suku, bangsa, ras, budaya, agama dan bahasa yang harus merujuk kepada sikap puralisme (saling menghargai) antar individu, antar kelompok, bahkan antar agama. Jika kita dapat telusuri bahwa asas asas yang dijunjung Indonesia sebenarnya  terlahir dari esensi makna dari firman Allah dalam surat Al-Hujurat : 13  bahwa “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”. Bahwa dalam firman Allah disini, Allah menyuruh kita belajar dan mengenal agar kita dapat saling menghargai, dapat melengkapi, dan dapat saling memahami, karena Allah tidak menciptakan manusia dengan kelebihannya saja bahkan kekurangannya pun diberikan agar kita saling mengenal dan belajar sehingga kita sebagai manusia dapat bersatu, berdaulat, tanpa diskriminasi dan tanpa memandang sebelah mata.

Pada kali ini penulis merefleksikan hasil dari diskusi public yang diadakan di bulan Ramadhan ini pada hari selasa, 22 Juli 2014 di Kantor KONTRAS, Menteng Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri oleh banyak kalangan agama dan aktivis yang bertujuan agar agama apapun yang kita anut, keyakinan apapun, bahkan pemahaman apapun yang berbeda kita harus tetap terus menjunjung demokrasi, saling menghargai, tidak melakukan pendiskriminasian yang berujung kepada pelanggaran hak hak asasi individu sehingga kita dapat saling bersatu dan kuat dalam menghadapi inividu individu atau kelompok kelompok yang anti dengan toleransi yang dapat memecah belah keberagaman kita,memecah tali silaturahmi kita, memecah persatuan kita, memecah kebhinekaan kita yang selama ini kita junjung tinggi dan ini adalah kelompok kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok intoleransi keberagaman. Dalam diskusi ini ada 3 narasumber yang dapat kita pelajari ilmu dan perjuangannya untuk menjunjung tinggi keberagaman dalam berdemokrasi. Narasumber yang pertama, beliau akrab disapa kang Maman (Anggota DPR 2014-2019) beliau adalah aktivis muda yang diusung murni oleh kawan kawan aktivis dan beliau juga pimpinan pondok pesantren Al-Mizan. Beliau memaparkan bagaimana ketika oktober nanti dilantik, beliau memfokuskan untuk berorientasi bagaimana beliau memberikan masukan masukan dan terus berjuang agar Negara dapat dikembalikan kepada dasarnya yakni konstitusi, dimana dalam konstitusi salah satunya adalah pemenuhan hak hak dasar individu masyarakat Indonesia tidak boleh ada lagi pendiskriminasian. Terutama menyangkut masalah kebebasan dalam memilih agama. Karena agama adalah salah satu hal sakral dan individualis, karena itu adalah urusan individu dengan tuhannya yang diyakini pemahamannya adalah baik untuk diri individunya sendiri, tidak boleh ada yang melarang lagi, memaksa bahkan menjudge bahwa agama selain yang diyakini individu lainnya adalah salah atau sesat. Karena bagimu pemahaman agamamu yang baik untukmu, dan bagiku pemahaman agamaku yang baik untukku (Lakum Diynukum Walydiin).
Narasumber yang kedua, beliau adalah pimpinan redaksi majalah islam Mizan Bapak Haidar, menurut salah satu lulusan terbaik Harvard University ini, bahwa kondisi Intoleransi di Indonesia walau pada kondisi potensial tapi nyatanya sudah dalam keadaan kritis. Di Indonesia sekarang ini banyak muncul namanya ‘Ektrimisme beragama’, dimana kasus kasus Intoleransi berkembang menjadi “faham kekafiran” dimana faham ini menyatakan bahwa orang yang diluar beragama mayoritas yang mengakreditasikan bahwa orang orang yang diluar agama mayoritas dan berbeda ajaran yang dianut adalah disebut orang kafir. Padahal sudah jelas dalam Al-Quran bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Siapa yang menyeru kepada seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia mengatakan: Wahai musuh Allah, sementara yang dituduhnya itu tidak demikian maka sebutan tersebut kembali kepadanya.” disini al-quran menjelaskan bahwa benar atau salahnya sikap atau kegiatan yang dilakukan manusia dimuka bumi, itu adalah hak preogatif Allah, hanya Allah yang dapat menilai dan memberikan derajat bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Di Indonesia kita melihat bahwa islam adalah agama mayoritas yang dianut masyarakatnya, namun, belum tentu orang yang menganut islam adalah muslim sejati. Disini penulis tidak menjudge agama apapun, namun baiknya kita perlu menilai bahwa sesungguhnya orang orang yang melakukan korupsi, ilegallogging,  merusak alam, merampas hak hak manusia, yang tidak amanah, menghalalkan penipuan bahkan orang orang yang seperti ini dapat kita katakan sesat apapun agamanya itu, karena pastinya yang Maha Pencipta Alam sangat tidak menyukai bahkan mengutuk tindakan tindakan seperti itu.
Dan narasumber yang terakhir beliau adalah korban dari kasus intoleransi bapak Syaiful uyun, beliau ini adalah salah satu pengikut faham aliran ahmadiyah. Beliau menuturkan bagaimana kelompok kelompok ahmadiyah ini seperti pengungsi dinegerinya sendiri. Beliau memaparkan pengalamannya bagaimana tempat ibadah mereka disegel bahkan lebih dari itu tempat ibadah mereka di Las dan tidak boleh dipergunakan untuk kegiatan lagi. Beliau datang dari ciamis. Dilihat dari raut wajahnya tidak ada lagi ketakutan dan rasa risih karena beliau berbicara didalam forum yang mayoritas beragama islam yang kebanyakan dianut (red:Nadhlatul ulama), beliau hanya meminta agar kelompok agamanya dapat lebih dihargai dan diberikan hak hak individunya sebagai warga Negara Indonesia yakni hak dalam berkeyakinan, karena kasus intoleransi seperti bukan lagi menyerang dan menutup tempat kegiatan mereka, namun, mereka diserang kepada individunya, dimana mereka sama dengan kita warga Negara Indonesia, banyak perempuan, anak anak dan orang orang tua yang menjadi sasaran serangan. Mereka hanya ingin dibulan puasa ini, bulan yang penuh rahmat ini, hak mereka untuk nyaman beribadah tidak lagi menjadi hal yang sulit. Dan beliau memaparkan lagi ketika awal puasa dan ketika mereka melakukan kegiatan ibadahnya mereka dipaksa diusir dan sampai sekarang mereka tidak mempunyai tempat ibadah, bahkan banyak dari mereka yang trauma dan takut, dan akhir dari cerita beliau, beliau berharap agar surat keputusan gubernur pelarangan tempat ibadah dapat segera di cabut. Dan berharap mereka dapat nyaman kembali beribadah.
Disini penulis ingin mencoba mengajak, yukk kita semua adalah warga Indonesia, masyarakat yang mencintai kedamaian, yang menghargai keberagaman, yang menjunjung tinggi persatuan, bagi penulis masyarakat Indonesia adalah sama dimata sang pencipta Allah azza Wazala, dimana hanya Allah lah yang mempunyai hak preogatif yang dapat menilai para hambanya, yang harus terus kita lakukan adalah bagaimana kita terus berakhlak baik bagi sesama. Bayangkan jika di Indonesia kita semua dapat bersatu dan kuat melawan para oknum oknum, cukong cukong intoleransi yang dapat merusak keragaman kita yang sejak dahulu kita junjung, yukk bayangkan jika masyarakat Indonesia semuanya tidak adalagi yang namanya ketakutan, diskriminasi dan keterasingan dinegerinya sendiri, bayangkan jika kita Indonesia dapat saling damai dan bersatu dan tidak ada lagi rasa takut untuk menunjukan identitasnya. Karena Indonesia harus segera menentukan masa depan, harus berani beridentitas diri. Indonesia tidak perlu menjadi bangsa arab maupun barat, tetapi Indonesia perlu melihat kebaikan kebaikan yang ada di arab dan di barat.  (SR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar