Bulan
puasa (Red: Ramadhan) adalah bulan yang penuh dengan limpahan rahmat. Bulan
dimana umat muslim sedunia merindukan bahkan seringkali berdoa agar
dipertemukan kembali dengan bulan ramadhan berikutnya. Karena umat muslim
percaya jika kita berlomba lomba dalam kebaikan dibulan yang satu ini, niscaya
seluruh hal kebaikan akan dilipat gandakan pahala dan karunia olehNya, karena bulan
yang satu ini adalah bulan dari seribu rahmat.
Tak
dapat dipungkiri bagi umat muslim di Indonesia, bahwa bulan puasa adalah dimana
hak hak asasi setiap manusia tidak ada yang boleh membatasi, terutama dalam hal
beribadah. Bulan dimana masjid masjid, surau surau dikota maupun di pedesaan ikut
merayakan kegembiraan bersama, karena mereka tidak lagi merasakan kesepian,
tidak hanya diisi oleh para sesepuh bahkan suara tadarus mengaji pun selalu
merdu terdengar setiap saat. Namun, dibalik keindahan itu, belum tentu semua
ikut merasakan kegembiraan datangnya bulan suci ramadhan. Masih banyak ternyata
umat muslim yang tidak bisa bahkan tidak tenang dalam menjalankan ibadahnya.
Masih banyak ternyata hak hak asasi setiap manusia dalam beragama dibatasi
bahkan dilarang untuk melakukan kegiatan keagamaan. Padahal Allah tidak
melarang bagi umatNya untuk mendapatkan rahmatNya, sedangkan umatnya sendiri terus
mengedepankan keegoisan dalam pembenaran yang bersifat frontal bahkan melanggar
hak hak asasi individu dalam memilih keyakinan yang mereka pahami. Padahal kita
semua tahu, bahwa Indonesia mempunyai asas Bhineka Tunggal Ika (Berbeda tapi
Satu) yang didalam pancasila terdapat poin Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana arti
dari asas itu adalah setiap individu apapun agama dan keyakinan yang mereka
yakini yang pemahamannya baik bagi mereka wajib dilindungi dan dihargai hak hak
nya.
Indonesia
dilahirkan dari keberagaman suku, bangsa, ras, budaya, agama dan bahasa yang
harus merujuk kepada sikap puralisme (saling menghargai) antar individu, antar
kelompok, bahkan antar agama. Jika kita dapat telusuri bahwa asas asas yang
dijunjung Indonesia sebenarnya terlahir
dari esensi makna dari firman Allah dalam surat Al-Hujurat : 13 bahwa “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”.
Bahwa dalam firman Allah disini, Allah menyuruh kita belajar dan mengenal agar
kita dapat saling menghargai, dapat melengkapi, dan dapat saling memahami,
karena Allah tidak menciptakan manusia dengan kelebihannya saja bahkan
kekurangannya pun diberikan agar kita saling mengenal dan belajar sehingga kita
sebagai manusia dapat bersatu, berdaulat, tanpa diskriminasi dan tanpa
memandang sebelah mata.
Pada
kali ini penulis merefleksikan hasil dari diskusi public yang diadakan di bulan
Ramadhan ini pada hari selasa, 22 Juli 2014 di Kantor KONTRAS, Menteng Jakarta
Pusat. Acara ini dihadiri oleh banyak kalangan agama dan aktivis yang bertujuan
agar agama apapun yang kita anut, keyakinan apapun, bahkan pemahaman apapun
yang berbeda kita harus tetap terus menjunjung demokrasi, saling menghargai,
tidak melakukan pendiskriminasian yang berujung kepada pelanggaran hak hak
asasi individu sehingga kita dapat saling bersatu dan kuat dalam menghadapi inividu
individu atau kelompok kelompok yang anti dengan toleransi yang dapat memecah belah
keberagaman kita,memecah tali silaturahmi kita, memecah persatuan kita, memecah
kebhinekaan kita yang selama ini kita junjung tinggi dan ini adalah kelompok
kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok intoleransi keberagaman. Dalam
diskusi ini ada 3 narasumber yang dapat kita pelajari ilmu dan perjuangannya
untuk menjunjung tinggi keberagaman dalam berdemokrasi. Narasumber yang
pertama, beliau akrab disapa kang Maman (Anggota DPR 2014-2019) beliau adalah
aktivis muda yang diusung murni oleh kawan kawan aktivis dan beliau juga
pimpinan pondok pesantren Al-Mizan. Beliau memaparkan bagaimana ketika oktober
nanti dilantik, beliau memfokuskan untuk berorientasi bagaimana beliau
memberikan masukan masukan dan terus berjuang agar Negara dapat dikembalikan
kepada dasarnya yakni konstitusi, dimana dalam konstitusi salah satunya adalah
pemenuhan hak hak dasar individu masyarakat Indonesia tidak boleh ada lagi
pendiskriminasian. Terutama menyangkut masalah kebebasan dalam memilih agama.
Karena agama adalah salah satu hal sakral dan individualis, karena itu adalah
urusan individu dengan tuhannya yang diyakini pemahamannya adalah baik untuk
diri individunya sendiri, tidak boleh ada yang melarang lagi, memaksa bahkan
menjudge bahwa agama selain yang diyakini individu lainnya adalah salah atau
sesat. Karena bagimu pemahaman agamamu yang baik untukmu, dan bagiku pemahaman
agamaku yang baik untukku (Lakum Diynukum
Walydiin).
Narasumber
yang kedua, beliau adalah pimpinan redaksi majalah islam Mizan Bapak Haidar,
menurut salah satu lulusan terbaik Harvard University ini, bahwa kondisi
Intoleransi di Indonesia walau pada kondisi potensial tapi nyatanya sudah dalam
keadaan kritis. Di Indonesia sekarang ini banyak muncul namanya ‘Ektrimisme
beragama’, dimana kasus kasus Intoleransi berkembang menjadi “faham kekafiran”
dimana faham ini menyatakan bahwa orang yang diluar beragama mayoritas yang
mengakreditasikan bahwa orang orang yang diluar agama mayoritas dan berbeda
ajaran yang dianut adalah disebut orang kafir. Padahal sudah jelas dalam
Al-Quran bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang menyeru kepada
seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia mengatakan: Wahai musuh Allah,
sementara yang dituduhnya itu tidak demikian maka sebutan tersebut kembali
kepadanya.” disini
al-quran menjelaskan bahwa benar atau salahnya sikap atau kegiatan yang
dilakukan manusia dimuka bumi, itu adalah hak preogatif Allah, hanya Allah yang
dapat menilai dan memberikan derajat bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Di
Indonesia kita melihat bahwa islam adalah agama mayoritas yang dianut
masyarakatnya, namun, belum tentu orang yang menganut islam adalah muslim
sejati. Disini penulis tidak menjudge agama apapun, namun baiknya kita perlu
menilai bahwa sesungguhnya orang orang yang melakukan korupsi,
ilegallogging, merusak alam, merampas
hak hak manusia, yang tidak amanah, menghalalkan penipuan bahkan orang orang
yang seperti ini dapat kita katakan sesat apapun agamanya itu, karena pastinya
yang Maha Pencipta Alam sangat tidak menyukai bahkan mengutuk tindakan tindakan
seperti itu.
Dan
narasumber yang terakhir beliau adalah korban dari kasus intoleransi bapak
Syaiful uyun, beliau ini adalah salah satu pengikut faham aliran ahmadiyah.
Beliau menuturkan bagaimana kelompok kelompok ahmadiyah ini seperti pengungsi
dinegerinya sendiri. Beliau memaparkan pengalamannya bagaimana tempat ibadah
mereka disegel bahkan lebih dari itu tempat ibadah mereka di Las dan tidak
boleh dipergunakan untuk kegiatan lagi. Beliau datang dari ciamis. Dilihat dari
raut wajahnya tidak ada lagi ketakutan dan rasa risih karena beliau berbicara
didalam forum yang mayoritas beragama islam yang kebanyakan dianut
(red:Nadhlatul ulama), beliau hanya meminta agar kelompok agamanya dapat lebih
dihargai dan diberikan hak hak individunya sebagai warga Negara Indonesia yakni
hak dalam berkeyakinan, karena kasus intoleransi seperti bukan lagi menyerang
dan menutup tempat kegiatan mereka, namun, mereka diserang kepada individunya,
dimana mereka sama dengan kita warga Negara Indonesia, banyak perempuan, anak
anak dan orang orang tua yang menjadi sasaran serangan. Mereka hanya ingin
dibulan puasa ini, bulan yang penuh rahmat ini, hak mereka untuk nyaman
beribadah tidak lagi menjadi hal yang sulit. Dan beliau memaparkan lagi ketika awal
puasa dan ketika mereka melakukan kegiatan ibadahnya mereka dipaksa diusir dan
sampai sekarang mereka tidak mempunyai tempat ibadah, bahkan banyak dari mereka
yang trauma dan takut, dan akhir dari cerita beliau, beliau berharap agar surat
keputusan gubernur pelarangan tempat ibadah dapat segera di cabut. Dan berharap
mereka dapat nyaman kembali beribadah.
Disini
penulis ingin mencoba mengajak, yukk kita semua adalah warga Indonesia,
masyarakat yang mencintai kedamaian, yang menghargai keberagaman, yang
menjunjung tinggi persatuan, bagi penulis masyarakat Indonesia adalah sama
dimata sang pencipta Allah azza Wazala, dimana hanya Allah lah yang mempunyai
hak preogatif yang dapat menilai para hambanya, yang harus terus kita lakukan
adalah bagaimana kita terus berakhlak baik bagi sesama. Bayangkan jika di
Indonesia kita semua dapat bersatu dan kuat melawan para oknum oknum, cukong
cukong intoleransi yang dapat merusak keragaman kita yang sejak dahulu kita
junjung, yukk bayangkan jika masyarakat Indonesia semuanya tidak adalagi yang
namanya ketakutan, diskriminasi dan keterasingan dinegerinya sendiri, bayangkan
jika kita Indonesia dapat saling damai dan bersatu dan tidak ada lagi rasa
takut untuk menunjukan identitasnya. Karena Indonesia harus segera menentukan
masa depan, harus berani beridentitas diri. Indonesia tidak perlu menjadi
bangsa arab maupun barat, tetapi Indonesia perlu melihat kebaikan kebaikan yang
ada di arab dan di barat. (SR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar