Delapan belas pemuda dari tiga daerah yakni
Bekasi, Bandung, dan Bogor telah mengikuti kegiatan Refleksi Meeting selama
tiga hari (21-23 Desember 2015) Di Ciater, Subang, Jawa Barat. Acara yang
digagas oleh Search For Common Ground (SFCG) bertujuan untuk mengevaluasi
kembali dampak dari insiatif-inisiatif damai yang telah berjalan selama satu
tahun. Acara ini merupakan lanjutan dari kegiatan Youth Leader Camp yang
diadakan di Yogyakarta Oktober tahun
2014 lalu.
Salah satu agenda yang diadakan yakni, para
peace leader berbagi pengalaman. Diantaranya roadshow ke sekolah-sekolah,
pelatihan, pemutaran film, safari tempat ibadah dan kegiatan kreatif lain yang
dilakukan oleh peace leader di daerahnya. Selain itu, peserta juga bercerita
kiat kiat sukses menjalankan kegiatannya. Seperti bekerjasama dengan pemangku
kepentingan, membangun relasi dengan media, dan mengajak peace leader baru
dalam setiap kegiatan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selain berbagi
pengalaman sukses, dalam kegiatan untuk menyampaikan pesan perdamaian
dan toleransi, para peace leader juga sering mengalami kendala/hambatan dalam
prosesnya. Seperti yang di ceritakan oleh Malik peace leader Bogor bahwa dalam
perjalanan roadshownya, pernah mengalami penolakan terhadap warga sekitar
bahkan di curigai sebagai misionaris agama. Namun, hal itu tidak membuat malik
dan teman teman peace leader lainnya gentar. Karena mereka yakin bahwa kegiatan
yang mereka lakukan positif, semata mata untuk menyampaikan pesan toleransi dan
kedamaian sebagai umat beragama, yang sampai sekarang pada masyarakat tertentu masih
memelihara sikap sikap intoleransi pada kaum minoritas.
Selain di Jawa Barat, program peace leader
yang digagas oleh Search For Common Ground (SFCG) dan the Asian Muslim Action
Network (AMAN), juga mencakup daerah di Jawa Timur (Madura, Malang dan Jember)
yang terdiri dari para pemuda lintas agama. Seperti yang dituturkan oleh
Anggita Paramesti (Program Officer SFCG) bahwa tingkat toleransi pemuda beragam
dan dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda beda baik dari segi
pendidikan, budaya, agama dan pengalaman. Program ini bertujuan untuk menekankan
agar para pemuda sebagai motor penggerak dialog lintas iman.
Dan terakhir, penulis yang juga sebagai
anggota peace leader ingin berpesan bahwa, bukan berarti jika kita mempelajari
agama lain kita berpindah keyakinan, bukan berarti jika kita memahami dan
mengetahui ajaran agama lain, kita terpengaruh atau tidak menghargai agama
sendiri. Toleransi tercipta atas rasa saling menghargai terhadap perbedaan. Dan
rasa saling menghargai dapat tercipta ketika kita mau mengenal dan memahami. (SR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar