Minggu, 18 Mei 2014

Sebuah Refleksi : Berdaya Di Kampung Kusta

Sumber Foto : Nalacity (Kampung Kusta)
Kusta! Ya,, seringkali saking di anggap mengerikannya, penyakit ini dulu bahkan dianggap satu kutukan. Berkembangnya zaman, teknologi kedokteran dan ilmu pengetahuan bahkan tidak membuat stigma terhadap penderita kusta berkurang. Termasuk bagi para mantan penderitanya. Dan masyarakat seolah menutup ruang sosial mereka.
OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta) ya itulah sebutan bagi para mantan penderita kusta yang belakangan ini seringkali dianggap sebelah mata, sebagai suatu komunitas marjinal yang sudah tidak bisa apa apa, tidak berdaya, karena fisiknya yang sudah tidak lagi lengkap dan berfungsi seperti umumnya manusia normal lain. Tepatnya didaerah Sitanala, Tanggerang. Sebuah kampung yang penduduknya mayoritas mantan penderita kusta. Dan dapat dibayangkan bagaimana stigma stigma masyarakat lain memandang kampung tersebut. Tak ayal, banyak penduduk disana yang mata pencahariannya serabutan bahkan pengangguran karena tidak adanya akses yang membuat orang lain percaya bahwa OYPMK ini sama seperti orang pada umumnya, mempunyai skill, ingin maju dan bertahan hidup. Dan masalah yang muncul disana adalah diskrimansi, krisis identitas, kesehatan, pendidikan, dan penghasilan.
Belakangan ini ada satu gerakan dari beberapa pemuda. Berawal hanya sekedar proyek sosial mahasiswa yang tergabung dalam Indonesia Leader Program. yang diserahi tugas untuk melatih jiwa kepimpinan dan kewirausahaan kelompok masyarakat marjinal. Seiring waktu berjalan, melihat pemberdayaan pada OYPMK ini berdampak positif. Maka setelah program selesai mereka tetap meneruskan program pemberdayaan tersebut terkhusus kepada ibu ibu penyandang disabilitas OYPMK. Dengan menghimpun 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta, mereka dilatih keterampilan untuk membuat jilbab manik dan membubuhkan nama mereka sendiri pada setiap karya jilbab maniknya. Dengan bantuan para pemuda yang memasarkan karya-karya mereka. Masyarakat disana menjadi lebih bersemangat dan termotivasi untuk lebih maju dan percaya diri. Hasil dari keuntungan tersebut untuk menjamin makanan, kesehatan, pakaian dan pendidikan yang bukan hanya untuk diri masyarakat itu sendiri tapi untuk seluruh keluarga di Sitanala. Sehingga setelah beberapa bulan berjalan warga disana sudah mempunyai tabungan untuk memulai usaha lain seperti pertanian, peternakan, usaha mikro dan impian mereka lainnya yang telah mereka rencanakan.
 Dengan usaha berdaya nya masyarakat yang mulai tumbuh disana, secara tidak langsung mereka sendiri (masyarakat OYPMK) mensosialisasikan dan membuktikan kepada masyarakat lainnya dengan mengubah stigma negatif yang ada bahwa orang yang dulunya pernah menjadi penderita kusta itu sama seperti kita, bisa melakukan apapun, tidak perlu ada diskriminasi, tidak perlu ada paradigma negatif, merasa jijik atau takut tertular. Semestinya tidak harus seperti itu, dengan cara melakukan pemberdayaan dalam bidang keterampilan, harapannya masyarakat dapat lebih produktif untuk menghasilkan karya karya dari jerih usaha mereka sendiri.
Yaa. Bahwa mengganti pandangan risih dengan rangkulan serta pelukan hangat, Inilah salah satu esensi makna dari pemberdayaan. Energi positif inilah yang harusnya kita berikan dan  menjadi kekuatan bahwa sesungguhnya para penderita dan mantan penderita kusta itu masih punya banyak kesempatan. (SR)

2 komentar:

  1. Menarik mengetahui lebih jauh bagaimana perempuan yang pernah kena kusta ini menghadapi diskriminasi masyarakat dan bertahan hidup

    BalasHapus
  2. ya bahkan mereka (ibu2 OYPMK) disana tidak berharap banyak kepada pemerintah, mereka hanya ingin, keberadaannya di akui dan bisa diberi kesempatan untuk mereka berkarya, karena mereka tidak mau meminta dan memelas belas kasihan. ya tersirat dimatanya mereka ingin maju dan dapat memberikanyg terbaik untuk keluarganya.. terima kasih komentar nya :) :) :) :)

    BalasHapus